Dokumentasi Study Tour


1. Kampung Batik Giriloyo

Giriloyo adalah sebuah dusun di bawah kaki perbukitan Imogiri. Suatu bukit yang terkenal di daerah kawasan selatan Yogyakarta karena di sanalah raja-raja kerajaan Mataram Islam dimakamkan.

Daerah Giriloyo ini sebenarnya tidak terlalu jauh dari pusat pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta (jaraknya hanya sekitar 15 km/ kira-kira 40 menit). Namun karena daerah ini terpencil dan berada di kaki bukit. Suasana khas pedesaan yang sepi dan sunyi namun penuh dengan kebersamaan dan kedamaian sangat mewarnai daerah tersebut.

Giriloyo dengan kesunyiannya sebenarnya menyimpan warisan budaya yang luar biasa, selain Gurah tradisional yang sangat terkenal itu (pengobatan tradisional dengan akar untuk berbagai penyakit saluran pernafasan), Giriloyo juga merupakan sentra dari pengrajin batik di Yogyakarta. Di desa ini anda dapat berburu batik, ataupun mungkin ingin belajar tentang proses batik aseli langsung dari para pengrajinnya.

Dan anda juga dapat memanjakan lidah anda menikmati menu makanan khas daerah ini yang sangat menggoda lidah seperti pecel kembang turi, wedang uwuh, rempeyek super gede dan menu khas lainnya. Apabila anda ingin wisata kuliner lain ,”sate klathak” yang masyhur itu maka di sepanjang jalan Imogiri Timur tak jauh dari Giriloyo banyak warung yang menjajakannya. Tak pelak, Giriloyo kini menjadi desa andalan berwisata ataupun belajar batik yang mendunia.





Batik adalah kain Indonesia bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan. Sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009
. Sejak saat itu, 2 Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional.



2. Omah Kecebong

Omah Kecebong adalah rumah budaya yang dilengkapi dengan guest house, restoran tradisional, serta kebun hortikultura yang berlokasi di Sendari, Sleman. Di tempat ini, Anda bisa menikmati berbagai permainan tradisional serta kehidupan khas pedesaan. Omah Kecebong menempati lahan seluas 1,2 hektare. Salah satu bagian berupa persawahan.



Omah Kecebong ini berada di Jalan Gombang-Cebongan,Dusun Sendari Rt 02 Rw 18,Ketingan,Tirtoadi,Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman Jogjakarta.

Lokasi Omah Kecebong ini sangat mudah Sobat temukan,jika dari pusat Kota Jogjakarta berjarak sekitar 15 KM dengan waktu tempuh sekitar 30 menit perjalanan dengan kendaraan pribadi.



3. Lava Tour

Kegiatan lava tour merapi ini selai bisa menjadikan orang mengerti bagaimana dahsyatnya letusan Gunung Merapi. Dengan lava tour wisatawan dapat menyaksikan puncak gunung Merapi dengan jarak pandang sekitar 2 km. Gunung yang berketinggian 2.965 m ini mengeluarkan asap sulfatara yang tak pernah henti mengepul dari kawahnya.

Kaliadem yang dulunya merupakan bumi perkemahan yang dilengkapi dengan fasilitas seperti basecamp pendakian, gardu pandang, warung-warung makan, toilet dan musholla sekarang ini bangunan-bangunan tersebut tertimbun dan hanya terlihat beberapa bagian dari atas bangunan yang pernah ada yang telah hancur.




Keganasan Merapi lainnya dapat kita lihat sebuah bunker tempat persembunyian relawan pada wakti itu. Sebenarnya banker tersebut dibangun untuk perlindungan bila sewaktu-waktu Merapi menyemburkan awan panas. Akan tetapi letusan pada tahun 2006 tersebut selain menyemburkan awan panas juga memuntahkan material berupa pasir dan bebatuan panas yang mampu menumbangkan Geger Boyo ( bukit yang berada di bagian selatan Merapi), sehingga menimbun kawasan Kaliadem.



4. Ullen Sentalu


Menapakkan kaki di kawasan Museum Ullen Sentalu terasa balutan hawa sejuk (15-25° Celcius) dan suasana hening yang menyatu dengan alam pegunungan disekitranya yang sekaligus memberikan rasa damai serta khidmat. Area seluas 1,2 hektar yang dikembangkan secara bertahap tersebut bernama
Dalem Kaswargan atau Rumah Surga, dimana Museum Ullen Sentalu berada. Jalan masuk menuju ruang pamer museum maupun artshop dan restoran  berupa kelokan, undakan, serta labirin akan memberikan nuansa nostalgia, perenungan dan keindahan. Beberapa bagian bangunan dan unsur yang melengkapinya, seperti gapura, dinding tembok, taman, kolam, mencerminkan keagungan budaya leluhur yang sudah ada sejak masa silam. Berbagai jenis unsur bangunan Jawa terlihat pada layout dan struktur bangunan bergaya Indis dan post-mo yang bersatu-padu menciptakan harmoni secara menakjubkan. Koleksi berupa lukisan dan foto-foto tokoh sejarah budaya Mataram Islam, kain batik vorstenlanden, karya sastra,  arca arca kebudayaan Hindu Buddha, dan koleksi etnografi era Mataram Islam. Itu membingkai kisah sosial ekonomi politik seni sejarah dan budaya Jawa, terutama kisah para putri di kraton Mataram yang tidak banyak dikisahkan kepada masyarakat awam.




Seribu enam ratus atau bahkan lebih dari dua ribu tahun. Selama itulah rentang waktu yang telah membentuk budaya Jawa yang eksis dan kita kenal hingga sekarang. Evolusinya melalui berbagai zaman : Mataram Kuno, Medang, Kediri, Singasari, Majapahit, Demak, Pajang, juga Mataram beserta empat cabang sempalannya, yakni Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman.
Hasil proses peradaban berusia panjang itu pun tak kurang jumlahnya yang bermutu sangat tinggi. Sebut saja dalam hal ini kitab kitab kuno yang berisikan mitologi, epos, sejarah, ketatanegaraan, pengetahuan dan petuah-petuah berfaedah, hingga ramalan : Bharatayudha, Negarakertagama, Pararaton, Babad Tanah Jawi, Serat Centhini, Serat Wedhatama,dan Serat Kalathida. Di samping itu ada pula sejumlah adikarya berupa bangunan bangunan berarsitektur megah serta kaya ornamen elok: Candi Borobudur, Percandian Prambanan, Candi Sewu, Candi Penataran, Pasareyan Raja-raja Mataram di Imogiri, juga Istana Air Taman Sari. Patut disyukuri bahwa banyak dari warisan budaya yang bersifat tangible (bendawi) tersebut sejauh ini terkonservasi dengan cukup baik.
Namun, selain warisan budaya yang bersifat tangible ada pula warisan budaya yang bersifat intangible. Warisan budaya intangible mencakup keseluruhan ekspresi, pengetahuan, representasi, praktek, dan ketrampilan. Datangnya era globalisasi yang tak terelakkan serta banjir budaya pop yang dibawanya mendatangkan ancaman bagi warisan budaya Jawa yang bersifat intangible. Menjadi pudar dan terabaikan adalah awalnya. Selanjutnya, jika tiada perhatian serta tindakan nyata, bukan tak mungkin itu akan memusnahkan warisan budaya intangible, membuatnya terlupakan sama sekali.
Keprihatinan atas hal semacam itu, berpadu dengan pemikiran bahwa kebanggaan dan martabat suatu bangsa, termasuk kebanggaan atas segenap hasil proses peradaban dan budayanya, tidaklah dapat dipisahkan dengan adanya kehendak kuat untuk menjaga kesinambungannya, lantas memantik inspirasi para pendiri Museum Ullen Sentalu. Mereka lantas bertekad untuk mampu menjelmakan warisan budaya intangible dalam wujud karya karya seni. Harapannya, itu akan mampu menjadi jendela peradaban seni dan budaya Jawa, sekaligus jembatan komunikasi bagi generasi masa kini.





5. Malioboro


Jalan Malioboro adalah nama salah satu kawasan jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke persimpangan Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

Secara keseluruhan, kawasan Malioboro terdiri atas Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margo Mulyo. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.



Jalan ini menghubungkan Tugu Yogyakarta hingga menjelang kompleks Keraton Yogyakarta. Di sisi utara adalah Jalan Margo Utomo, yang terbentang dari selatan kawasan Tugu hingga sisi timur Stasiun Yogyakarta. Antara Jalan Margo Utomo dan Jalan Malioboro dipisahkan dengan perlintasan kereta api yang cukup unik, di mana perlintasan ini menggunakan palang pintu berjenis geser.

Pada masa lalu, perlintasan ini dapat dilintasi oleh kendaraan umum sebagai penghubung Jalan Margo Utomo menuju Malioboro. Namun karena meningkatnya volume kendaraan yang melintas, membuat perlintasan ini hanya boleh dilintasi oleh kendaraan-kendaraan kecil seperti becak atau sepeda, sedangkan kendaraan lain harus memutar terlebih dahulu ke arah timur melewati Jembatan Kewek, kemudian berbelok ke arah barat melalui Jalan Abu Bakar Ali, barulah sampai di Jalan Malioboro.

Jalan Malioboro sebenarnya hanya terbentang dari sisi selatan rel kereta api, di depan Hotel Grand Inna hingga berakhir di Pasar Beringharjo sisi timur. Dari titik ini, nama jalan berubah menjadi Jalan Margo Mulyo hingga Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Di sini terdapat bekas kediaman gubernur Hindia-Belanda di sisi barat dan Benteng Vredeburg di sisi timur. Jalan Malioboro menjadi batas antara Kemantren Gedongtengen dan Kemantren Danurejan, di mana sisi barat Malioboro adalah wilayah dari kemantren Gedongtengen, dan sisi timur Malioboro adalah wilayah dari kemantren Danurejan. Sedangkan seluruh sisi jalan Margo Utomo adalah wilayah dari Kemantren Jetis, dan sisi jalan Margo Mulyo adalah wilayah dari Kemantren Gondomanan.




Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

3 Pemilik Grimoire Semanggi Berdaun 5 di Black Clover